TANJUNG SELOR – Sidang perdana kasus dugaan tambang ilegal yang melibatkan PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) resmi digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Selor pada Senin, 20 Oktober 2025 lalu. Namun, sidang tersebut ditunda lantaran salah seorang terdakwa, Juliet Kristianto Liu mengalami kendala bahasa.
Di awal sidang, pemegang saham mayoritas PT PMJ tersebut mengaku hanya memahami sekitar 40 persen Bahasa Indonesia. Atas kendala ini, majelis hakim kemudian memutuskan untuk menunjuk ahli bahasa Mandarin guna mendampingi terdakwa dalam sidang lanjutan yang segera dijadwalkan.
Seperti diketahui, PT PMJ sebelumnya telah menyampaikan klarifikasi bahwa mereka tidak melakukan aktivitas tambang ilegal. Pembuatan parit sepanjang 700 meter yang menjadi sorotan pelapor disebut sebagai bagian dari mitigasi lingkungan, bukan eksploitasi batubara. Namun, PT Mitra Bara Jaya (MBJ) sebagai pelapor bersikukuh bahwa aliran air dari parit tersebut meluber ke wilayah konsesi mereka dan koridor negara, sehingga memicu tuduhan pelanggaran batas wilayah.
Dikonfirmasi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Utara (Kaltara) I Made Sudarmawan, S.H., M.H., melalui Kasi Penerangan Hukum Andi Sugandi, S.H., M.H., menyatakan, perkara ini telah sepenuhnya menjadi ranah peradilan. Sehingga, pihaknya tidak akan mengomentari dinamika yang berkembang di luar persidangan.
“Karena, perkara ini sudah kita limpahkan ke persidangan. Sehingga sudah menjadi ranahnya peradilan untuk membuktikan unsur-unsur dakwaan,” kata Andi .
Tidak hanya itu, Sugandi juga menekankan bahwa sidang ini terbuka untuk umum sehingga siapa pun bisa menghadiri dan mengikuti jalannya sidang. Di dalam sidang itu juga, tegas Sugandi, pihaknya tetap berpegang pada surat dakwaan yang menyebutkan bahwa PT PMJ melanggar Pasal 158 UU nomor 3 Tahun 2020 jo UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau melanggar Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) UU nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Silahkan diikuti dan dicermati fakta-fakta yang nanti terungkap di persidangan. Mengenai uraian fakta perbuatan, teman-teman bisa ikuti selama jalanya persidangan karena nanti dakwaan itu akan diuji dengan mendengarkan saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan para terdakwa sendiri,” bebernya.
Andi juga menjelaskan, Tim JPU dalam perkara ini merupakan gabungan dari Kejaksaan Agung, Kejati Kaltara, dan Kejari Bulungan, mengingat penyidikan dilakukan oleh Mabes Polri dan perkaranya berada di wilayah hukum Kejari Bulungan. Kombinasi ini menunjukkan bobot perkara, namun juga membuka ruang analisis atas potensi tekanan korporasi dalam pelaporan. Terkait upaya PT PMJ mempertanyakan motif pelaporan MBJ yang muncul menjelang masa perpanjangan IUP mereka, Sugandi menyebut, jawaaban itu akan tergambar dalam dakwaan yang akan disampaikan pada sidang selanjutnya.
“Karena ini materi persidangan, nanti kawan-kawan bisa membuat analisa kesimpulan dari surat dakwaan yg dibacakan Hari Senin, nanti,” ungkapnya.
Dalam pernyataan sebelumnya, pihak PT PMJ menyebut, laporan yang dilayangkan ‘tetangganya’ itu berpotensi menjadi alat penjegalan usaha dan bukan semata-mata demi penegakan hukum. Publik pun menanti pembuktian atas dugaan produksi batubara sebanyak 1.650.000 ton di luar konsesi PT PMJ. Jika tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan secara teknis dan hukum, maka posisi PT PMJ akan semakin kuat dalam menghadapi tekanan eksternal.
Atas penyampaian tegas ini, Kejati Kaltara pun menyebut bahwa semua fakta akan diuji melalui saksi, ahli, dan dokumen resmi. Sidang terbuka untuk umum dan Kejaksaan mendorong masyarakat untuk mengikuti langsung proses hukum. Transparansi ini penting untuk memastikan bahwa proses peradilan berjalan adil dan tidak dipengaruhi oleh tekanan korporasi atau konflik kepentingan. PT PMJ pun menyambut baik keterbukaan ini sebagai ruang pembuktian yang objektif. (1ku)



