EKONOMI

Alamak! Nilai Tukar Ringgit Malaysia Tembus Rp4 Ribu

Harga Barang Malaysia di Nunukan Naik Tajam, UMKM Tertekan

NUNUKAN – Nilai tukar Ringgit Malaysia (MYR) terhadap Rupiah Indonesia (IDR) kembali menguat tajam dan kini menembus angka Rp4.049 per Ringgit. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi sepanjang November 2025, setelah sebelumnya berada di kisaran Rp3.980 pada awal bulan. Dampaknya tentu saja sangat terasa di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang selama ini sangat bergantung pada pasokan barang dari Malaysia.

Lonjakan nilai tukar tersebut menyebabkan harga berbagai kebutuhan pokok asal Malaysia melonjak signifikan di pasar lokal. Komoditas seperti gula, minyak goreng, susu, sabun, dan perlengkapan rumah tangga lainnya mengalami kenaikan harga antara 10% hingga 25% dalam sepekan terakhir, menurut pantauan sejumlah pedagang di Pasar Yamaker dan Pasar Inhutani Nunukan.

Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat dan pelaku usaha kecil menengah (UKM), terutama mereka yang menjadikan produk Malaysia sebagai bagian utama dari rantai pasok. Daya beli masyarakat mulai melemah, sementara pengusaha lokal terjebak dalam dilema antara menaikkan harga jual atau menanggung kerugian akibat naiknya biaya modal.

Ketua Umum BPC HIPMI Nunukan, Djiorezi Silawane menyebut, situasi ini sebagai sinyal serius bagi ketahanan ekonomi perbatasan. “Begitu Ringgit naik, harga barang-barang Malaysia langsung melambung. Ini bukan hanya soal harga, tapi juga soal daya beli dan keberlangsungan usaha kecil,” ujarnya, Kamis 13 November 2025.

Ia menambahkan, sebagian besar kebutuhan pokok di Nunukan masih didominasi produk impor dari Malaysia karena faktor geografis dan efisiensi logistik. Namun, ketergantungan ini membuat ekonomi lokal sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang asing.

“Banyak pelaku usaha yang terjepit. Kalau harga tidak dinaikkan, mereka rugi. Tapi kalau dinaikkan, barang tidak laku karena masyarakat menahan belanja. Ini menciptakan efek domino yang mengganggu stabilitas ekonomi lokal,” jelas Djiorezi.

HIPMI Nunukan pun mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan momentum ini sebagai titik balik dalam memperkuat ekonomi berbasis lokal. Menurut Djiorezi, sektor pertanian, perikanan, dan produk olahan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai substitusi barang impor.

“Kita perlu mendorong kemandirian produksi. Kalau sektor lokal diperkuat, ketergantungan terhadap barang luar bisa dikurangi. Ini bukan hanya soal substitusi, tapi juga soal membangun daya saing,” tegasnya.

Selain penguatan sektor riil, HIPMI juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan lembaga keuangan untuk membuka akses pembiayaan yang lebih mudah bagi UMKM. Modal usaha dan inovasi produk lokal menjadi kunci menghadapi tekanan ekonomi global yang semakin dinamis.

“Kita tidak bisa terus menjadi pasar bagi produk luar. Saatnya pengusaha lokal diberi ruang dan dukungan untuk menghasilkan produk berkualitas, minimal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan sendiri,” tambahnya.

Kenaikan nilai tukar Ringgit ini juga menjadi pengingat bahwa stabilitas ekonomi di wilayah perbatasan sangat bergantung pada kekuatan ekonomi domestik. Ketika ekonomi lokal kuat dan mandiri, gejolak eksternal seperti fluktuasi mata uang tidak akan terlalu mengguncang.

Dengan tren penguatan Ringgit yang diperkirakan masih berlanjut hingga akhir November, langkah-langkah strategis untuk memperkuat UMKM dan produksi lokal menjadi semakin mendesak. Pemerintah daerah diharapkan segera merespons dengan kebijakan afirmatif dan program pendampingan yang konkret. (2ku)

Berikan komentarmu!
Show More

Related Articles

Back to top button