NUNUKAN – Setelah lama tak terdengar kabarnya, perkara dugaan pencabulan anak berusia 3 tahun berinisial A ternyata sudah siap disidangkan. Pelaku berinisial MU yang sempat dilepas oleh Polres Nunukan dengan alasan masa tahanan sudah kedaluarsa, kini sudah diamankan kembali untuk disiapkan mengikuti sidang.
Terkait informasi tersebut, kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum Nunukan Intelektual Law (LBH NIL), Aditya Wardana, S.H., M.Kn., menyampaikan, kasus ini sudah memasuki fase penting dalam proses penegakan hukum. Mereka pun berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Setelah melalui penyidikan yang panjang, teliti, dan disertai asesmen psikologis klinis, visum et repertum, body mapping, serta rekonstruksi perkara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Nunukan menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap (P-21),” jelas Aditya.
Papar advokat muda ini, peningkatan status kasus tersebut ke tahap II dilakukan Polres Nunukan pada 29 Oktober 2025. Saat itu, penyidik Polres Nunukan secara resmi melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada JPU. Dengan begitu, perkara kini akan memasuki tahap penuntutan dan selanjutnya akan segera dilimpahkan ke persidangan.
“LBH Nunukan Intelektual Law sejak 31 Juli 2025 dipercaya sebagai kuasa hukum keluarga korban dan menangani perkara ini secara pro bono, sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan moral dalam memastikan anak korban kekerasan seksual memperoleh perlindungan dan keadilan yang layak,” ungkap Aditya dalam rilis LBH NIL yang disampaikan kepada media ini.
Selama proses hukum berjalan, lanjut Aditya, LBH NIL tidak hanya fokus pada aspek pidananya, tetapi juga aktif memastikan pemenuhan hak-hak korban. Mereka juga terus membangun komunikasi intensif dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Alhamdulillah, LPSK merespons dengan sangat baik. Per tanggal 16 November 2025, LPSK telah memberikan bantuan pendampingan psikologis khusus kepada korban, sebagai bagian dari pemulihan psikis dan trauma healing yang sangat dibutuhkan anak,” ungkapnya lagi.
Pendampingan ini, kata Aditya, menunjukkan bahwa negara melalui LPSK hadir secara nyata untuk melindungi korban, terutama anak yang rentan secara fisik dan emosional. LBH NIL, lanjutnya, juga memastikan seluruh proses pemulihan ini berjalan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
“LBH NIL mengapresiasi kerja profesional penyidik Polres Nunukan dan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Nunukan yang telah cermat dan teliti dalam menangani perkara ini,” imbuhnya.
Di pengadilan, kata Aditya, pihaknya akan terus memastikan kasus ini berjalan dengan baik demi memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik secara hukum dan korban mendapatkan keadilan serta pemulihan yang layak. LBH NIL juga mengharapkan doa dan dukungan masyarakat agar proses hukum ini berjalan lancar.
“Dan semoga tidak adalagi anak di daerah kita yang menjadi korban kekerasan seksual. Perlindungan terhadap anak adalah amanat konstitusi dan nilai kemanusiaan yang wajib kita jaga bersama,” tutupnya.
Atas perbuatannya, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Nunukan itu dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76E UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 6 huruf c jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU RI No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kasus ini pertama kali mencuat dan segera ditangani setelah orang tua A mendatangi Polres Nunukan pada 14 Mei 2025 untuk melaporkan kasus tersebut. Laporannya tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/51/V/2025/SPKT/ Polres Nunukan/Polda Kaltara. (1ku)



